Senin, September 19, 2011

kapan seks terbaik diajarkan kepad anak?

 membicarakan materi seksualitas bagi sebagian orang tua adalah hal tabu kepada anak-anak mereka. Hasil yang didapat adalah anak terjerumus pada jalan yang keliru lantaran ingin menjawab rasa penasarannya.

Perbincangan di dalam rumah tangga antara orang tua dan anak tentang seksualitas sepatutnya tidak ditutup-ditutupi, ketika mereka mulai ingin tahu perubahan fisiknya. Kenyataan yang banyak terjadi sekarang adalah tak sedikit orangtua melontarkan berjuta alasan untuk menghindari topik tersebut. Padahal, orangtua menjadi pusat informasi yang diharapkan anak-anak untuk mengerti semua itu.



apakah kita diajarkan seksualitas oleh orangtua ketika masih kecil? Jawabannya mungkin saja kebanyakan  tidak, karena mereka minim pengetahuan. Kita yang sekarang harus mengubah itu, ajarkan organ-organ seks dan reproduksi pada anak, bahwa manusia bukan seperti binantang yang asal melahirkan, tanpa memikirkan pendidikan anak. Orangtua harus belajar untuk punya ilmu seputar seks,” kata Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan Ninuk Widyantoro kepada okezone, usai konferensi pers Asia Pacific Conference on Reproductive and Sexual Health and Rights (APCRSHR) ke-6 di Ruang Pers BKKBN, Halim Perdana Kusuma, Jakarta, belum lama ini.

Edukasi awal kepada anak adalah tentang nama organ seksualitas sejak mereka bisa bicara. Pemberian nama Mr P ataupun Miss V sebaiknya sesuai dengan istilah ilmiah yang digunakan pada materi-materi anatomi tubuh. “Yang bikin porno kan karena namanya diganti, tidak ada di buku ilmiah,” tukasnya.

Semakin bertambah usia, materi yang diberikan bisa lebih variatif, misalnya menjaga kebersihan organ intim, cara sehat menggunakan toilet umum, dan sebagainya. Dan ketika dia mulai remaja, Anda bisa mulai memberikannya pengetahuan seputar haid dan mimpi basah.

“Kalau orangtua terbiasa membicarakan seks secara terbuka, akan tumbuh rasa percaya pada anak. Selanjutnya, kita akan lebih mudah membicarakan seks,” ujarnya.

Jabarkan bahwa ketika sudah haid atau mimpi basah, berarti mereka sudah siap berketurunan. Orangtua harus pintar mengelola informasi kepada remaja, salah satunya untuk mencegah mereka dari seks bebas.

“Pacaran jangan berlebihan, misalnya, ketika mereka saling menempelkan alat kelamin, bukan tidak mungkin sperma menyemprot, lalu hamil. Mengatakan bahwa perbuatan itu dosa dilihat dari segi agama, tidaklah cukup. Agama harus dilengkapi dengan ilmu pengetahun, bukan karena dosa, lalu dibiarkan saja,” tukasnya, berapi-api.

“Kebanyakan kasus kan begitu. Pengetahuan harus komplet, ngajarin AIDS, tapi enggak ngajarin seksualitas, ya enggak cukup,” ujar wanita yang giat memberikan edukasi seks sejak 80-an ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar